Assalamualaikum,
Ustadz, setelah 5 bulan dari proses awal dan 2 bulan dari kontak
terakhir, ternyata masih belum ada jawaban pasti mengenai ok atau
tidaknya proses, pihak perempuan pernah menanyakan langsung
kelanjutannya, tapi katanya lihat saja nanti krn kita tidak tahu apa
yang akan terjadi sekian detik lagi. Apakah ini dapat dikategorikan
menolak dengan cara halus? Walaupun tidak ada ungkapan jelas ke arah
sana. Dan apakah bijak bila mulai proses dengan yang lain? Sebagai
catatan, awalnya ada perantara, namun di tengah jalan perantara tersebut
lepas tangan dengan alasan tidak sanggup menghadapi/mengimbangi
pemikiran sang calon. Sehingga proses tersendat dan mengambang. Mohon
penjelasannya.
Wassalam
Hamba Allah
Jawaban:
Assalamu ‘alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Alhamdulillahi Rabbil ‘Alamin, Washshalatu Wassalamu ‘Ala sayyidil Mursalin
Wa ‘alaa ‘Aalihi Wa Ashabihi ajmaien. Wa Ba’du
Secara hukum Islam, ta’aruf belumlah merupakan sebuah ikatan apapun.
Sehingga siapa pun bebas untuk melakukannya meski sedang ada pihak lain
yang melakukannya juga pada orang yang sama. Ta’aruf adalah satu langkah
di belakang khitbah atau lamaran. Pada level khitbah inilah
sesungguhnya sudah terjalin ikatan untuk konsekuen terhadap apa yang
sudah diajukan sebelumnya.
Namun meski demikian, tetap saja sebuah khitbah masih belum lagi
menjadi sebuah ikatan yang mutlak dan mengikat. Ikatan yang ada dalam
level khitbah hanyalah bahwa ketika ada seorangwanita yang masih dalam
masa khitbah (makhtubah), maka pihak lain dilarang mengkhitbahnya juga
dalam waktu bersamaan. Dan sebaliknya, pihak wanita dilarang menerima
lamaran dari pihak lain bisa pada saat itu dia sedang dalam kondisi
dikhitbah.
Sedangkan ta’aruf secara hukum masih belum menuntut adanya
konsekuensi ikatan demikian. Sehingga pada saat yang sama pada
prinsipnya tidak ada larangan untuk berta’aruf dengan pihak manapun. Dan
selama masih belum sampai level khitbah, maka seorang wanita sama
sekali tidak punya ikatan apa-apa. Dia bisa menolaknya atau pun
menerimanya. Bila ternyata si calon yang baru mengajukan permohonan
ta’aruf dirasa kurang siap, kurang konsekuen atau kurang pasti, maka
pihak wanita bisa dan berhak sepenuhnya untuk menolaknya.
Atau sebaliknya, bila jawaban ta’aruf dari pihak wanita dirasa kurang
lancar atau terkesan ada hambatan, maka pihak laki-laki pun masih
berhak untuk mencari calon pasangan yang lain.
Apalagi bila titik hambatannya itu justru ada di pihak perantara,
maka bila dirasa menghambat porses, perantara boleh ditinggalkan. Karena
fungsinya tidak jelas lagi.
Intinya, dalam sebuah proses ta’aruf, kedua belah pihak masih sangat
bebas secara hukum untuk menentukan pilihan masing-masing. Bahkan ketika
sudah sampai level khitbah sekalipun, bila dirasa ada hal yang
mengganjal atau mengganggu, ikatannya pun sekuat bila sudah masuk ke
dalam pernikahan.
Dan bila ganjalan itu sejak awal sudah ada dan dirasa dikemudian hari
malah akan menjadi masalah besar. Lebih baik diurungkan saja dari pada
nanti menjadi bom waktu yang hanya akan menguras energi. Tapi
sebaliknya, bila hambatan itu sifatnya biasa dan tidak ada kekawatiran
akan membesar, maka tidak ada salahnya bila dicoba untuk diteruskan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar