sabar

Rabu, 18 Januari 2012

Sujud Penuh Takdzim dan Asal Muasal Gosongnya Jidat


Dulu, beberapa tahun yang lalu sering aku heran dan agak sedikit sinis melihat jidat seseorang yang menghitam. Kok bisa sih jidat sampai hitam sedemikian rupa hanya gara-gara dipakai bersujud? “Hm, rupanya mau pamer dia. Biar semua orang tahu kalau dia seorang ahli sujud.”  Demikian aku membatin tentang si pemilik jidat hitam. Dan kesinisanku semakin menjadi-jadi ketika aku melihat teman-teman Salafy yang baru saja rajin ikut ta’lim belum setahun tiba-tiba jidatnya berubah gosong menghitam.

Ada sepotong  ayat terkenal dalam al-Qur’an yang bunyinya begini: “ سِيمَاهُمْ فِي وُجُوهِهِمْ مِنْ أَثَرِ السُّجُودِ  , artinya: tanda-tanda mereka tampak pada wajah mereka dari bekas sujud“.  Ayat ini mendiskripsikan keadaan para sahabat Nabi saw bahwa wajah mereka terdapat bekas sujud, yaitu perilaku yang Islami karena mereka adalah ahli sujud. Nah, mungkin karena ayat inilah maka sebagian orang menafsirkan aplikasinya adalah dengan menggosongkan jidat. Karena jidat (dahi) adalah bagian anggota sujud yang paling fital dan sangat mungkin untuk diciptakan bekas sujud. Tanpa jidat maka mustahil seseorang akan melakukan sujud secara sempurna dan sulitlah praktek membuat bekas sujud. Nah, bagaimana agar jidat memiliki bekas sujud yang menghitam di dahi secara cepat seperti teman-temanku? Aku tidak tahu, sebab aku tidak pernah bertanya tentang caranya kepada mereka, karena itu aku hanya bisa bilang wallohu a’lam.

Waktu berikutnya terus berjalan dan berlalu. Di suatu hari ketika kami kumpul-kumpul dan bercengkrama dengan keluarga menjelang shalat Isa, tiba-tiba anak putriku yang masih kelas 2 SD menunjuk jidatku yang katanya gosong. Ah, masa sih? Aku tidak langsung percaya kecuali setelah aku memeriksanya lewat cermin lemari. Hm, benar juga kata anakku. Ada dua bulatan hitam di dahiku kelihatan cukup jelas. Bagaimana ini bisa terjadi? Apakah karena kuwalat sebab aku merasa sinis kepada pemilik jidat hitam? Wallhu a’lam….

Rupanya selama ini aku tidak menyadari kalau jidatku sendiri ternyata sudah cukup lama gosong akibat kapalan. Hanya karena aku tidak begitu teliti saat bercermin, maka aku tidak melihat dua noda hitam di jidatku sendiri. Juga isteriku tidak pernah memberitahuku, padahal dia sudah cukup lama tahu tentang keadaan jidatku. Dengan keadaan jidatku ini tentu aku malu sekali, malu kepada Allah Swt juga malu kepada diriku sendiri.

*****

Setelah lama aku mencoba mengingat-ingat kenapa sampai jidatku gosong, akhirnya ketemu juga jawabnya. Dulu sewaktu sekolah di Madrasah Aliyah aku punya guru seorang Kiyai bernama Siroj Hasan, intinya beliau pernah di depan kelas memberi kiat  bagaimana cara bersujud yang benar. Diantaranya kalau bersujud itu kepala harus ditekan di tempat sujud seberat kurang lebih sama dengan berat kepala kita. Dan itu sudah aku praktekkan sejak itu pula. Artinya, aku bersujud dengan cara yang diajarkan oleh guruku yang mulia tersebut sudah sangat lama sebelum aku melihat jidat-jidat gosong dari teman-teman Salafy.

Meskipun aku tidak tahu dalilnya, sebab guruku saat mengajarkan cara sujud yang demikian itu juga tanpa menyebutkan dalilnya, tapi aku yakin dan percaya guruku tidak membohongi kami murid-muridnya. Yang jelas tujuan dari sujud yang diajarkannya itu bukan ingin agar jidat menghitam akibat gosong. Beliau hanya memberi alasan bahwa cara sujud yang demikian itu sebagai wujud dari kesungguhan kita merendahkan diri di hadapan Allah Swt yang maha tinggi (agung): “Subhana robiyal a’la wabihamdih.” Dengan demikian kita bisa sujud dengan penuh takdzim dan khusu’. Kalau terbukti sujud yang diajarkan guruku tersebut salah karena tanpa dalil, lalu apakah sujud yang penuh takdzim dan khusu’  ini masuk kategory bid’ah sesat?
Baiklah, mari lupakan sejenak dengan kemungkinan bid’ah sesat terhadap cara sujuddku. Ini cerita lanjutannya, suatu hari aku bertemu teman karib sekelasku di sekolah dulu. Pernah beberapa tahun mukim di Makkah sehingga dia sempat menimba ilmu kepada Sayyid Muhammad Alwi Almaliki. Ternyata teman karibku itu jidatnya juga lebihkapalan sampai kelihatan jendolnya. Tapi aku tidak pernah membahas jidat hitam akibat kapalan yang kami alami. Hanya saja dengan jidatku yang hitam ini sebenarnya aku malu sekali. Terutama ketika sedang bersilaturrohmi ke Ulama dan Kiyai, mereka jidatnya bersih bercahaya tanpa noda hitam di dahinya. Padahal mereka pastilah lebih takdzim dan khusu’  sujudnya dibandingkan sujudku. Pernah aku mencoba menghilangkan “bekas sujud” ini dengan cara merubah cara sujudku. Tapi akibatnya bahuku menjadi sakit karena menahan beban kepalaku agar tidak terlalu menancap di tempat sujudku.

4 komentar:

  1. assalamualaikum
    tulisan lama yg bagus mas :) terima apa adanya aja deh mas... saya jg kadang mau hilangkan takut riya atau disangka pamer eh tetep ga bisa, tak benerin sujuddku jg tangan rasanya cape nahan... mungkin itu hadiah dari Allah ya mas

    BalasHapus
  2. Berbagi pengalaman aja nih, aku baru praktekin kurang dari seminggu ini untuk jidad yg hitam atau abu abu pakek peresan jeruk nipis tarok di kapas atau tisu usapin ke jidad sambil di urut, alhamdulillah ampuh mas bro.. Semoga bermanfaat.

    BalasHapus
  3. Berbagi pengalaman aja nih, aku baru praktekin kurang dari seminggu ini untuk jidad yg hitam atau abu abu pakek peresan jeruk nipis tarok di kapas atau tisu usapin ke jidad sambil di urut, alhamdulillah ampuh mas bro.. Semoga bermanfaat.

    BalasHapus