sabar

Senin, 31 Oktober 2011

(rqws 7) Sudahkah Kita berush_wah kepada Rasulullah SAW...



Katakanlah: “Jika bapa-bapa, anak-anak, saudara-saudara , isteri-isteri, kaum keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatiri kerugiannya, dan rumah tempat tinggal yang kamu sukai, adalah lebih kamu cintai daripada Allah dan Rasul-Nya dan (dari) jalan berjihad di jalan-Nya, maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan-Nya.” Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang fasik. (QS: At-Taubah: 24)
Cinta adalah sebuah ungkapan yang sangat indah dalam kehidupan manusia, dengan cinta manusia bisa sengsara dan dengan cinta pula manusia bisa bahagia, bahkan surga bisa diraih dengan cinta, yaitu cinta yang hakiki kepada manusia terpilih Muhammad Saw.
Cinta kepada Rasulullah Saw dengan sebenar-benarnya cinta, merupakan pondasi aqidah seorang muslim. Kita bisaa mencontoh bentuk-bentuk cintah yang benar dan membuahkan hasil di dunia maupun di akhirat dari generasi As- Salafus Shalih. Kita bisa menelusuri jejak mereka dalam bercinta dengan kekasih melia Rasulullah Saw, bagaimana mereka menagorbankan jiwa, harta, anak, oranga tua dan asegala apa yang dimilikinya.
Banyak orang yang mengaku cinta Rasulullah Saw tetapi mereka tidak tahu hakekatnya, bentuk serta konsekuensi dari cinta tersebut. Padahal semua itu telah dicontokan oleh generasi terbaik, seharusnya manusia yang ingin mendapatkan kebahagian di dunia dan di akhirat harus mencontoh mereka.
Para sahabat dalam memahami cinta kepada Rasulullah Saw, membuktikan dengan segala pengorbanan, pembelaan dan konsekuensinya. Mereka tidak segan-segan mengorbankan harta yang paling mahal yang mereka miliki untuk membela Rasululah Saw. Dan cinta mereka kepada beliau melebihi cintanya kepada siapapun, sebagai realisasi dari hadits rawayat Imam Muslim dari Anas bahwa Rasulullah Saw bersabda : “Tidaklah seorang hamba beriman sehingga aku lebih dicintai olehnya daripada keluarganya, hartanya dan seluruh manusia.”
Mereka rela kehilangan harta kekayaan, jiwa, anak-anak, orang tua dan seluruh manusia, bahkan lebih baik kehilangan segala macam kenikmatan dari pada kehilangan Rasulullah Saw. Bagaimana sikap kaum Anshor pada perang Hunain, seperti diriwayatkan oleh Abu Said, ia berkata: “Maka kaum Anshor menangis hingga air mata mereka membasahi jenggotnya dan mereka mengatakan: kami rela menerima Rasulullah Saw menjadi bagian dan pemberian untuk kami.”
Begitu juga Abu Thalha yang telah menjadikan nyawa sebagai taruhan untuk sang kekasihnya sehingga ia menyatakan kepada Rasulullah Saw pada waktu perang Uhud: “Wahai Rasulullah Saw janganlah engkau memperlihatkan diri agar tak terkena anak panah pasukan musuh, cukuplah leherku yang menjadi tameng musuh asalkan leher engkau selamat.”
Hal serupa juga dilakukan oleh Abu Dujanah sebagaiman yang diriwayatkan oleh Imam Ibnu Ishaq berkata: ”Abu Dujanah pernah menjadikan dirinya sebagai perisai Rasulullah Saw dari panah musuh dengan merangkul Nabi sehingga panah musuh menancap dipunggungnya dan menghujam seluruh tubuhnya sementara ia tidak bergerak sama sekali.”
Kesenangan dan kegembiraan para sahabat untuk selalu berteman dan bersama Nabi dalam keadaan suka maupun duka terkadang diungkapkan dengan tetesan air mata, sebagaimana yang terjadi pada diri Abu Bakar ra, tatkala diminta untuk menemani beliau dalam hijrah.Abu Bakar ra, bukannya tidak tahu atau lupa bahaya dan resiko yang akan dihadapi dalam perjalanan hijrah, tetapi karena besarnya tekan dan keinginannya untuk menemani Nabi yang mulia maka ia justru menangis karena bahagia dan gembira bisa menjadi pendamping Rasulullah Saw dalam hijrah tersebut. Imam Al- Hafidz Ibnu Hajar berkata: ”Ibnu Ishaq menambahkan dalam riwayatnya bahwa Aisyah berkata:” Saya melihat Abu Bakar menangis dan saya tidak menyangka ada seorang yang menangis karena kegirangan.”
Tidak hanya pengorbanan cinta sebatas itu untuk melindungi keselamatan diri Rasululah Saw, tetapi pengorbanan jiwa dan raga para sahabat juga teruji dalam membela sunnah dan menegakan ajaran beliau sehingga tidak aneh jika empat ratus sahabat berjanji untuk mati bersama pada perang Yarmuk.
Prinsip para sahabat dalam membela agama sang kekasih mereka, terungkap dari pernyataan Ubadah bin shamit tatkala diutus kepada Muqauqis: ”Tidaklah ada seorangpun diantara kita yang setiap pagi dan sore melainkan selalu berdoa memohon mati syahid dan hendaklah tidak kembali ke tanah airnya, bumi pertiwinya, keluarganya, atau anak-anaknya. Tidak seorangpun diantara mereka yang memikirkan nasib keluarganya kecuali karena mereka telah memasrahkan keluarga dan anak-anak mereka kepada Allah Swt dan mereka hanya memikirkan apa yang ada didepannya.”
Kewajiban mencintai Rasulullah Saw haruslah melebihi cinta kepada pertama: Diri sendiri, ini di riwayatkan oleh Imam Al- Bukhari dari Abdulah bin Hisyam bahwa ia berkata:” Kami pernah bersama Nabi Saw sementara beliau menggandeng tangan Umar bin Khaththab r.a, lalu Umar berkata kepada beliau: Wahai Rasulullah, sesungguhnya engkau lebih aku cintai dari segala sesuatu kecuali diriku sendiri.” Maka Nabi Saw bersabda: “Tidak, demi Dzat yang jiwaku ada di tanganNya! Hingga aku lebih engkau cintai daripada mencintai dirimu sendiri.” Maka Umar berkata kepadanya:” Sesungguhnya sekarang engkau lebih aku cintai dari pada diriku sendiri.” Nabi Saw bersabda:” Sekarang wahai Umar.”
Kedua: Orang tua dan anak, Imam Al-Bukhari meriwayatkan dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah bersabda:” Demi Dzat yang jiwaku ada ditanganNya, tidaklah diantara kalian beriman sehingga aku lebih dicintai daripada orang tua dan anaknya.”
Ketiga: Keluarga, harta dan seluruh manusia. Imam Muslim meriwayatkan dari Anas bahwa Rasulullah Saw bersabda:”Tidak beriman seorang hamba sehingga aku lebih ia cintai daripada keluarga, hartanya, dan seluruh manusia.” Sesungguhnya Rasulullah Saw tidak membutuhkan cinta kita, dan keberadaaan cinta kepada beliau, kita tidak menambah ketinggian dan kemuliaan beliau serta hilangnya cinta kita tidak pula mengurangi kedudukan dan kehormatan beliau, bagaimana tidak, bukankah beliau kekasih Allah Swt semesta alam.Tidak hanya itu, bahkan siapa yang mengikuti Nabi Saw, Allah Swt akan mencintai dan mengampuni dosa-dosanya sebagaiman firmanNya:
”Katakanlah ‘Jika kamu benar-benar mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu’.Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (Al-Imran:31).
Oleh sebab itulah mencintai Nabi Saw akan mendatangkan manisnya iman. Imam Al-Bukhari dan Imam Muslim telah meriwayatkan dari Anas ra, bahwa Nabi talah bersabda:”Tiga perkara, barang siapa yang tiga hal tersebut berada dalam dirinya maka ia akan mendapatkan manisnya iman; hendaknya Allah dan RasulNya lebih ia cintai daripada selainnya, hendaklah ia mencintai seseorang dan tidak mencintainya kecuali hanya karena Allah, dan hendaklah ia benci kembali kepada kekafiran seperti kebenciannya bila dilemparkan kedalam api.”
Arti manisnya iman sebagaimana yang telah disebutkan oleh para ulama adalah merasakan lezatnya segala ketaatan dan siap menunaikan beban agama serta mengutamakan itu daripada seluruh materi dunia. Selain akan merasakan manisnya iman, orang yang mencinatai Rasulullah Saw akan bersama beliau di akhirat. Imam Muslim dari Anas bin Malik ra, bahwa ia berkata:
”Pernah seorang laki-laki datang kepada Rasulullah Saw lalu bertanya: ’Wahai Rasulullah kapan hari kiamat datang?’ Beliau berasabda: ’Apa yang kamu persiapkan untuknya?’ Ia menjawab: ’Cinta kepada Allah dan cinta kepada RasulNya.’ Beliau bersabda: ’Kamu akan bersama orang yang kamu cintai.”
Allahu Akbar ! betapa agungnya balasan orang-orang yang mencintai Rasulullah Saw dan mengagungkan beliau.
Tanda-tanda mencintai Rasulullah Saw telah dibicarakan oeh para ulama, suatu contoh Ibnu Hajar berkata: ”Termasuk tanda cinta kepada Nabi Saw di atas adlah bahwa seandainya disuruh memilih antara kehilangan dunia atau bertemu dengan Rasululah Saw kalau itu memungkinkan maka ia memilih kehilangan dunia dari pada kehilangan kesempatan untuk melihat beliau, ia merasa lebih berat kehilangan Rasul Saw dari pada kehilangna kenikmatan dunia, maka orang yang seperti itu telah mendapat sifat kecintaan di atas dan siapa yang tidak bisa demikian maka tidak berhak mendapat bagian dari buah cinta itu. Yang demikian itu tidak hanya terbatas pada persoalan cinta belaka bahkan membela sunnah dan menegakan syariat serta melawan para penentang-penentangnya termasuk amar ma’ruf nahi munkar.”
Tanda cinta pertama adalah, Rindu Rasulullah Saw di atas segalanya. Sudah menjadi hal yang wajar bagi setiap orang, untuk selalu berhasrat dan berharap serta ingin bertemu dan berkumpul bersama orang-orang yang dicintainya, barang siapa yang mencintai kekasih yang mulia Rasulullah Saw maka sangatlah rindu dan berharap bisa bertemu serta menemani beliau baik di dunia maupun di akhirat. Dia menunggu kebahagian dengan perasaan rindu dan cemas, jika disuruh memilih di antara Rasulullah Saw atau kenikmatan dunia, maka ia lebih memilih bertemu Rasulullah Saw, ia sangat bergembira untuk melihat wajah beliau yang bercahaya dan sangat senang serta bahagia bila bisa diberi kesempatan untuk bertemu dengan beliau dan sangat takut bercampur cemas bila terhalang tidak bisa melihat dan bertemu beliau bahkan mengguyur deras air mata duka tatkala berpisah dengan beliau.
Cintanya kaum Anshor terhadap Rasulullah Saw telah ditunjukan oleh mereka dengan cara menyabut kedatangan beliau ke kota Madinah yang digambarkan dalam hadits Imam Al-Bukhari meriwayatkan dari Urwah bin Az-Zubair ra, sebagai berikut:”Orang-orang Islam di Madinah mendengar kepergian Rasulullah Saw dari kota Makkah, maka mereka hampir setiap pagi pergi keluar kota di padang pasir untuk menunggu kedatangan Nabi Saw dan tidak pulang ke rumah hingga terik matahari di siang hari mengusir mereka.
Pada suatu hari karena lama menunggu, mereka kembali kerumah, setelah mereka sampai di rumah masing-masing, ada seorang yahudi yang mendaki ke tempat yang tinggi di salah satu benteng untuk melihat sesuatu, tiba-tiba ia melihat Rasulullah Saw bersama para sahabatnya mengenakan pakaian putih dari kejahuan menerobos fatamorgana. Sehingga tanpa disadari ia berteriak dengan suara yang tinggi: ’Wahai oranga-orang Arab inilah pemuka kalian yang kalian tunggu-tunggu’. Maka dengan serempak mereka berhamburan, membawa pedang untuk menyambut kehadiran Rasulullah Saw di tengah-tengah padang pasir.”
Subhanallah! Betapa dalam rasa rindu mereka ingin menyambut kehadiran Rasulullah Saw hingga mereka mondar-mandir setiap pagi ke padang pasir menunggu kehadiran beliau dan tidak pulang ke rumah hingga terik matahari di tengah siang yang mengusir mereka agar pulang ke rumah masing-masing.
Tanda cinta kedua; Mengorbankan harta dan jiwa demi Rasulullah Saw. Orang yang sedang bercinta, semangat membara, senang hati akan tidak segan-segan mengorbankan segala sesuatu baik berupa jiwa, kesenangan diri dan sesuatu yang paling berharga untuk sang kekasih. Begitu pula pecinta-pecinta Rasulullah Saw yang mulia dari kalangan sahabat, tinta sejarah telah menorehkan catatan emas tentang betapa tinggi pengorbanan dan pembelaan serta kesetiaan mereka terhadap beliau, sehingga orang-orang yang mencintai Rasulullah Saw setelah merasakan dalam dada mereka kerugian yang tidak terhingga karena tidak mampu menggapai kebahagian yang teragung dan harapan yang amat mahal.
Imam Ahmad meriwayatkan kepada kita dari Barra’ bin Azib berkata, Abu Bakar berkata ”Pada waktu kami pergi hijrah, orang-orang sedang mengejar kita dan tidak ada yang dapat mengajar kami kecuali Surakah bin Malik bin Ju’tsum dengan mengendarai kuda. Saya berkata kepada Beliau Saw: ’Wahai Rasululah Saw pencarian telah mampu mendapatkan kita? ’Maka Beliau bersabda ‘Jangan kamu kawatir sesungguhnya Allah pasti bersama kita.’ Hingga dia telah mendekati kita dan jarak kami dengan dia kira-kira satu atau dua atau tiga tombak, Abu Bakar berkata: ‘Wahai Rasulullah Saw, Orang yang melakukan pencarian telah berhasil mengejar kita? Maka saya menangis’.
Beliau bertanya:’Kenapa kamu menangis?’ Saya menjawab: ‘Demi Allah, saya menangis bukan karena takut terhadap keselamatan diriku akan tetapi saya takut terhadap keselamatan diri engkau’. Barra’ berkata: ’Maka Rasulullah Saw mendoakan keburukan atas Surakah denagan berdoa: ”Ya Allah, cukupkanlah dia dari kami dengan sesuatu yang Engkau kehendaki.” Maka tiba-tiba kaki kuda Surakah terperosok ke dalam tanah yang keras hingga perut kuda menyentuh tanah.”
Tanda cinta ketiga; Tunduk terhadap perintah dan menjahui larangannya.Tidak dapat dipungkiri bahwa orang akan selalu taat kepada orang yang dicintainya, dia berusaha melakukan apa saja yang diinginkan oleh sekasihnya dan menghindari segala apa saja yang dibenci olehnya. Ia merasakan kenikmatan dan kelezatan yang tidak terhingga. Begitu juga orang yang mencintai Rasulullah Saw yang mulia, selalu berusaha dengan sungguh-sungguh untuk mengikuti jejak beliau, bersegerah mewujudkan perintah dan bersegerah menjahui larangan beliau.
Betapa banyak kita dapatkan sikap-sikap indah yang tercermin dari perilaku sahabat yang mulia dan jujur dalam mencintai Rasulullah Saw. Orang-orang pecinta Rasulullah Saw bukan hanya sanggup meninggalkan suatu yang disenangi saja bahkan mereka sanggup meninggalkan kebiasaannya bertahun-tahun bahkan kebiasan yang mereka warisi secara turun-temurun, namun mereka tidak menjadikan kebiasan itu sebagai hujjah untuk menentang perintah Rasulullah Saw seperti sikap kebanyakan kaum muslimin zaman sekarang ini. Allah Swt berfirman dalam surat An-Nur:51: “Sesungguhnya jawaban orang-orang mu’min bila mereka dipanggil kepad Allah dan RasulNya agar rasul menghukum (mengadili) diantara mereka ialah ucapan:’Kami dengar, dan kami patuhi’. Dan mereka itulah orang-orang yang beruntung,”
Tanda cinta keempat; membela sunnah dan memperjuangkan syariat. Sangat wajar bila orang selalu mengorbankan waktu, tenaga dan seluruh harta kekayaannya seperti pengorbanan yang dilakukan oleh kekasihnya. Rasulullah Saw telah mengorbankan seluruh pemberian Allah Swt baik berupa potensi, kemampuan harta dan jiwa untuk mengeluarkan manusia dari kegelapan menuju cahaya Islam, dari penyembahan hamba kepada penyembahan Rabbnya hamba.
Rasulullah Saw berjihad di jalan Allah dengan sungguh-sungguh Agar kalimat Allah Swt tinggi dan kalimat kekafiran hancur dan hina dan beliau berperang agar tidak muncul fitnah dan hanya agama Allah Swt yang tegak di muka bumi.Orang-orang yang mencitai Rasulullah Saw mengikuti dan mencontoh jejak petunjuk beliau dalam semua itu, dengan suka rela mereka dengan bantuan dan karunia Allah Swt selalu siap mengorbankan seluruh potensi dan kemampuan, mempersembahkan harta dan nyawa untuk tujuan seperti tujuan yang ditempuh Rasulullah Saw, beliau mempersembahkan waktu, harta dan jiwa untuk itu.Allah berfirman:
“Di antara orang-orang mumin itu ada orang-orang yang menepati apa yang telah mereka janjikan kapada Allah, maka diantara mereka ada yang gugur. Dan diantara mereka ada (pula) yang menunggu-nunggu dan mereka sedikitpun tidak merubah (janjinya).” (Al-Ahzab:23)
Tak terjangkau tinggi pekertimuTak tergambar indahnya AkhlakmuTak terbalas segala jasamuEngkaulah Rasul, Rasul Mulia.MENGOKOHKAN KALIMAT LAILAHAILLAH
Misi utama agama Islam semenjak Adam hingga Rasulullah Muhammad SAW, tetaplah sama. Misi yang diemban tetaplah menyebarkan dan memurnikan "la ilaha illallah".
Misi semua nabi dan rasul yang diutus ke muka bumi, mulai dari Adam hingga Rasulullah Muhammad SAW tidak pernah berubah. Meskipun syari’ah yang diajarkannya selalu berganti dari satu nabi ke nabi lainnya, tapi misi yang diemban oleh semua nabi dan rasul itu tetap sama yaitu mengajarkan, menyebarkan, memperjuangkan, dan memurnikan kalimat tauhid, la ilaha illallah.
Kalimat tauhid itu menjadi ruh yang mewarnai dan menafasi segala sisi kehidupan yang kemudian melahirkan sistem hidup. Oleh karenanya, al-Quran sangat serius dan intens mengokohkan kalimat tauhid ini agar menghujam dan mengakar secara kuat dalam jiwa orang-orang yang beriman melalui berbagai cara. Salah satunya adalah dengan menjelaskan tanda-tanda kebesaran Allah yang nampak dalam fenomena alam.
“Dan Tuhanmu adalah Tuhan Yang Maha Esa, tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia, Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang. Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi; silih bergantinya malam dan siang; bahtera yang berlayar di laut membawa yang berguna bagi manusia; apa yang Allah turunkan dari langit berupa air, lalu dengan air itu Dia hidupkan bumi sesudah mati (kering)nya; dan Dia sebarkan di bumi itu segala jenis hewan; dan pengisaran angin dan awan yang dikendalikan antara langit dan bumi, sungguh terdapat tanda-tanda (keesaan dan kebesaran Allah) bagi kaum yang memikirkan.” (QS. Al-Baqarah: 163 – 164)
Cara lain yang sering digunakan al-Quran adalah dengan mengingatkan manusia tentang berbagai nikmat yang dikaruniakan Allah kepada manusia.
“Allah-lah yang menciptakan langit dan bumi dan menurunkan air hujan dari langit, kemudian Dia mengeluarkan dengan air hujan itu berbagai buah-buahan menjadi rizki bagimu, dan Dia telah menundukkan bahtera bagimu supaya bahtera itu berlayar di lautan dengan kehendak-Nya, dan Dia telah menundukkan (pula) bagimu matahari dan bulan yang terus menerus beredar (dalam orbitnya), dan telah menundukkan bagimu malam dan siang. Dan Dia telah memberikan kepadamu (keperluanmu) dari segala yang kamu mohonkan kepada-Nya. Dan jika kamu menghitung nikmat Allah, tidaklah dapat kamu menghitungnya. Sesungguhnya manusia itu, sangat dzalim dan sangat mengingkari (nikmat Allah).” (QS. Ibrahim: 32-34)
Tak cukup dengan kedua cara itu, al-Quran juga tak lupa mengingatkan tentang berbagai peristiwa yang bakal terjadi di hari kiamat, tentang hari berbangkit, padang mahsyar, dan hisab amalan baik dan buruk.
“Inilah dua golongan (golongan mukmin dan golongan kafir) yang bertengkar, mereka saling bertengkar mengenai tuhan mereka. Maka orang kafir akan dibuatkan untuk mereka pakaian-pakaian dari api neraka, disiramkan air yang mendidih ke atas kepala mereka. Dengan air itu dihancur-luluhkan segala yang ada dalam perut mereka juga kulit (mereka). Dan untuk mereka cambuk-cambuk dari besi. Setiap kali mereka hendak keluar dari neraka lantaran kesengsaraan mereka, niscaya mereka dikembalikan ke dalamnya. (Kepada mereka dikatakan): Rasakanlah adzab yang membakar ini.” (QS. Al-Hajj: 19–22)
Dalam rangka menghujamkan kalimat la ilaha illallah ke dalam jiwa, al-Quran juga menggunakan pendekatan persuasif dengan mengenalkan nama-nama Allah yang baik (Al-Asma-ul Husna).
“Dialah Allah Yang tiada Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia Yang Mengetahui yang ghaib dan yang nyata. Dialah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang. Dialah Allah Yang tiada Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia, Raja, Yang Maha Suci, Yang Maha Sejahtera, Yang Maha Mengaruniai Kemanan, Yang Maha Memelihara, Yang Maha Perkasa, Yang Maha Kuasa, Yang Memiliki segala Keagungan, Maha Suci Allah dari apa yang mereka persekutukan. Dialah Allah Yang Menciptakan, Yang Mengadakan, Yang Membentuk rupa, Yang Mempunyai nama-nama yang baik. Bertasbih kepada-Nya apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi. Dan Dialah Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (QS. Al-Hasyr: 22–24)
Al-Quran juga tidak lupa mengingatkan manusia agar senantiasa waspada terhadap musuh utamanya, Syetan. Ia adalah musuh manusia yang paling nyata.
“Dan (ingatlah), tatkala Kami berfirman kepada para malaikat: “Sujudlah kalian semua kepada Adam”, lalu mereka sujud kecuali Iblis. Dia berkata: “Apakah aku akan sujud kepada orang yang Engkau ciptakan dari tanah?” Dia (Iblis) berkata: “Terangkanlah kepadaku inikah orangnya yang Engkau muliakan atas diriku? Sesungguhnya jika Engkau memberi tangguh kepadaku sampai hari kiamat, niscaya benar-benar akan aku sesatkan keturunannya, kecuali sebagian kecil saja.” (QS. Al-Israa: 61–62)
Sudahkah kita menda’wahkan kalimat tauhid la ilaha illallah tersebut secara intensif kepada ummat, seperti intensifnya al-Qur’an dalam membahasakannya?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar