sabar

Rabu, 19 Oktober 2011

Khithbah dan Walimah

Hudzaifah.org – “Dan di antara tanda-tanda kekuasaanNya ialah Dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tentram kepadanya, dan dijadikanNya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berpikir.” (QS. Ar-Rum : 21).
Allah telah menciptakan manusia berpasang-pasangan, supaya muncul suatu ketenangan, kesenangan, ketentraman, kedamaian dan kebahagiaan. Hal ini tentu saja menyebabkan setiap laki-laki dan perempuan mendambakan pasangan hidup yang memang merupakan fitrah manusia, apalagi pernikahan itu merupakan ketetapan Ilahi dan dalam sunnah Rasul ditegaskan bahwa “Nikah adalah Sunnahnya”.
Lebih dari itu Islam memberikan perhatian yang sangat besar dalam pembentukan sebuah keluarga, karena keluarga merupakan cikal bakal terbentuknya sebuah masyarakat yang lebih luas. Mendirikan dan membentuk sebuah keluarga yang islami, sakinah, mawaddah wa rahmah harus dimulai dengan meletakkan pondasi keislaman yang kokoh, yang dimulai dengan memilih jodoh yang islami, proses walimatul ‘ursy, membangun keluarga dari tahap awal, dan mendidik anggota keluarga sedari dini.
Memilih Pasangan
Sebelum pembentukan keluarga dimulai, Islam menganjurkan untuk memilih pasangan yang sholeh terlebih dahulu. Masing-masing pihak harus hati-hati dan tidak gegabah dalam memilih pasangan hidupnya. Islam meletakkan landasan dasar dalam memilih pasangan yakni mengutamakan faktor agama dan akhlak. Dampak negatif kelak akan muncul apabila pemilihan pasangan hanya berdasarkan materi, kedudukan dan penampilan lahiriyah saja.
Dalam QS.An-Nur:26, Allah berfirman : “Wanita-wanita yang keji adalah untuk laki-laki yang keji, dan laki-laki yang keji adalah buat wanita-wanita yang keji pula. Wanita-wanita yang baik adalah untuk laki-laki yang baik dan laki-laki yang baik adalah untuk wanita-wanita yang baik pula.”
Nabi SAW telah memberikan petunjuk kepada orang-orang yang ingin menikah supaya benar-benar memegang prinsip utama, yaitu memilih pasangan berdasarkan agama dan akhlak, sehingga masing-masing pihak dapat melaksanakan kewajibannya secara sempurna di dalam pembinaan keluarga dan kebahagiaan serta keharmonisan keluarga kelak akan dapat diwujudkan. Dalam hadis yang diriwayatkan oleh Ath-Thabrani, Nabi SAW bersabda :
“Barang siapa yang menikahi seorang wanita karena kemuliaannya, maka Allah tidak akan menambahkan kepadanya selain dari pada kehinaan. Barangsiapa menikah karena hartanya, maka Allah tidak akan menambahkan kepadanya selain dari pada kemiskinan, barang siapa menikah karena kedudukannya, maka Allah tidak akan menambahkan kepadanya selain dari pada kerendahan. Dan barang siapa menikahi seorang wanita hanya karena ia menginginkan dengan wanita itu untuk menjaga pandangannya, memelihara kemaluannya atau menyambungkan ikatan kekeluargaannya, maka Allah akan memberkahinya pada wanita itu dan akan memberkahi wanita itu padanya.”
Khitbah
Khithbah adalah meminang (melamar) yaitu permintaan seorang laki-laki kepada anak perempuan orang lain untuk dinikahi, sebagai pendahuluan pernikahan, namun bukanlah aqad nikah, ia hanyalah permintaan dan janji untuk mengadakan pernikahan.
Sebelum khithbah, hendaknya masing-masing pihak melakukan shalat istikhoroh terlebih dahulu, untuk meminta taufik (pertolongan) dan kemudahan kepada Allah. Dalam hadis Bukhari, Jabir bin Abdullah berkata :
“Rasulullah SAW mengajarkan kami istikhoroh dalam semua perkara sebagaimana beliau mengajari kami surat al-Quran, beliau bersabda: Apabila salah seorang dari kamu berkepentingan terhadap suatu urusan, maka hendaklah ia melakukan sholat dua rakaat yang bukan fardhu, kemudian berdoa : “Allahumma inni astakhiruka bi’ilmika wa astaqdiruka biqudratika wa as’aluka min fadhlikal ‘azim, fainnaka taqdiru wala aqdiru wa ta’lamu wala a’lamu wa anta ‘allamul guyub. Allahumma inkunta ta’lamu anna hazal amra khoirun li fi diini wama’asyi wa ‘aqibati amri faqdurhu li wayassirhu li tsumma barikli fihi. Wainkunta ta’lamu anna hazal amra syarrun li fi diini wama’asyi wa ‘aqibati amri fashrifhu ‘anni, washrifni ‘anhu, waqdurliyal khoira haitsu kaana tsumma radhdhini bihi. (Ya Allah, sesungguhnya aku memohon pilihan kepadaMu dengan ilmuMu, dan aku memohon kemampuan kepadaMu dengan kekuasaanMu, dan aku memohon sebagian dari karuniaMu yang agung. Karena sesungguhnya Engkaulah yang berkuasa sedang aku tidak berkuasa. Engkaulah yang mengetahui sedang aku tidak mengetahui, dan Engkaulah yang Maha Mengetahui perkara-perkara gaib. Ya Allah, jika Engkau mengetahui bahwa hal ini baik bagiku dalam agamaku dan kehidupanku serta akibat urusanku, maka tentukanlah ia untukku dan mudahkanlah ia bagiku, kemudian berilah aku berkah padanya. Dan jika Engkau mengetahui bahwa hal itu jelek bagiku dalam agamaku dan kehidupanku serta akibat urusanku, maka palingkanlah ia dariku dan palingkanlah aku darinya, dan tentukanlah untukku kebaikan di mana saja ia berada, kemudian jadikanlah aku ridho kepadanya).”
Istikhoroh ini dimaksudkan agar masing-masing pihak bertawakal kepada Allah dan menyerahkan urusannya kepadaNya, setelah mereka berusaha keras mencari kebaikan itu dan sampai pada ketetapan dalam urusan tersebut sesuai dengan usahanya. Setelah itu baru kembali kepada Allah, meminta kepadaNya agar dimudahkan jika hal tersebut baik, atau memalingkannya jika hal tersebut jelek.
Dalam melakukan khithbah ini perlu diperhatikan adab-adabnya, antara lain :
1. Tidak boleh meminang pinangan orang lain. Umar bin Khatab berkata dalam hadis yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim : “Nabi SAW melarang sebagian kamu menawarkan atas penawaran sebagian yang lain, dan tidak boleh seseorang meminang pinangan saudaranya hingga peminang sebelumnya meninggalkannya atau mengizinkannya.”
2. Memperlakukan si peminang sebagai laki-laki asing (bukan mahrom). Karena khithbah ini bukanlah aqad nikah, maka statusnya masih sebagai orang asing (bukan mahram), dan tidak diperkenankan untuk berkhalwat. Hal ini perlu ditekankan, untuk menghindari perbuatan yang tidak dibenarkan Islam, disamping itu kemungkinan batalnya khithbah bisa saja terjadi.
3. Dianjurkan menemui dan memberi hadiah.
Pertemuan yang sopan bagi laki-laki yang meminang dan wanita yang dipinang ialah dengan kehadiran mahram wanita, karena hal tersebut akan menambah kemudahan untuk saling mengenal. Dengan pemberian hadiah dari peminang kepada wanita yang dipinang diharapkan akan mempererat lagi tali silaturrahim diantara mereka.
Setelah menyelesaikan khithbah, tahap selanjutnya adalah penentuan aqad nikah. Dalam surat An-Nisa’ ayat 21 : “…Dan mereka (istri-istrimu) telah mengambil dari kamu perjanjian yang kuat).”
Aqad nikah merupakan perjanjian yang kuat (kokoh), dan merupakan perjanjian fitri yang lebih kuat dan lebih kokoh dari perjanjian manapun. Oleh karena itu dalam memulai aqad nikah disyariatkan untuk mengumumkannya, mempersaksikannya dan memukul rebana untuk menampakkan perbedaannya dengan perzinahan.
Walimahtul ‘Urs
Walimah adalah berkumpul dan ‘urs adalah pernikahan, jadi walimatul ‘urs adalah kenduri yang diselenggarakan dengan tujuan menyebarkan berita tentang telah terjadinya suatu pernikahan agar diketahui umum, sehingga terhindar dari fitnah.
Jumhur ulama berpendapat bahwa hukum walimatul ‘urs adalah sunnah, walaupun ada sebagian ulama Syafi’iyah yang mewajibkannya, berdasarkan perintah Nabi SAW kepada Abdur Rahman bin Auf : Selenggarakanlah walimah, meskipun hanya dengan seekor kambing.
Para ulama salaf berbeda pendapat mengenai waktu penyelenggaraan walimah tersebut. Ada yang berpendapat diselenggarakan pada waktu aqad nikah (bersamaan), dan ada juga pendapat setelah melakukan hubungan biologis.
Namun yang terpenting dari semuanya itu adalah substansi dari walimatul ‘urs tersebut. Perlunya menyebarkan berita gembira kepada masyarakat atas terjadinya suatu pernikahan, dan dalam mengadakan walimahan itu, syariat Islam mengajarkan tidak perlu memaksakan diri diluar kemampuan yang ada. []

Tidak ada komentar:

Posting Komentar