sabar

Rabu, 19 Oktober 2011

Jika Kau Menjadi Istriku…

Jika seorang lelaki ingin menarik hati seorang wanita, biasanya yang ditebarkan adalah berjuta-juta kata puitis bin manis,
penuh janji-janji untuk memikat hati, "Jika kau menjadi istriku nanti,
percayalah aku satu-satunya yang bisa membahagiakanmu," atau "Jika kau menjadi istriku nanti, hanya dirimu di hatiku" dan "bla...bla...bla..."
Sang wanita pun tersipu malu, hidungnya kembang kempis, sambil
menundukkan kepala, "Aih...aih..., abang bisa aja." Onde mande, rancak
bana !!!
Lidah yang biasanya kelu untuk berbicara saat bertemu gebetan, tiba-tiba
jadi luwes, kadang dibumbui 'ancaman' hanya karena keinginan untuk
mendapatkan doi seorang. Kalo ada yang coba-coba main mata ama si doi, "Jangan macem-macem lu, gue punya nih!" Amboi... belum dinikahi kok udah ngaku-ngaku miliknya dia ya? Lha, yang udah nikah aja ngerti kalo pasangannya itu sebenarnya milik Allah SWT.
Emang iya sih, wanita biasanya lebih terpikat dengan lelaki yang bisa
menyakinkan dirinya apabila ntar udah menikah bakal selalu sayang hingga
ujung waktu, serta bisa membimbingnya kelak kepada keridhoan Allah SWT.
Bukan lelaki yang janji-janji mulu, tanpa berbuat yang nyata, atau
lelaki yang gak berani mengajaknya menikah dengan 1001 alasan yang di
buat-buat.
Kalo lelaki yang datang serta mengucapkan janjinya itu adalah seseorang
yang emang kita kenal taat ibadah, akhlak serta budi pekertinya laksana
Rasulullah SAW atau Abi bin Abi Thalib r.a., ini sih gak perlu ditunda
jawabannya, cepet-cepet kepala dianggukkan, daripada diambil orang lain,
iya gak? Namun realita yang terjadi, terkadang yang datang itu justru
tipe seperti Ramli, Si Raja Chatting, atau malah Arjuna, Si Pencari
Cinta, yang hanya mengumbar janji-janji palsu, lalu bagaimana sang
wanita bisa percaya dan yakin dengan janjinya?
Nah...
Berarti masalahnya adalah bagaimana cara kita menjelaskan calon pasangan untuk percaya dengan kita? Pusying... pusying... gimana caranya ya? Ih nyantai aja, semua itu telah diatur dalam syariat Islam kok, karena caranya bisa dengan proses ta'aruf. Apa sih yang harus dilakukan dalam ta'aruf? Apa iya, seperti ucapan janji-janji seperti diatas?
Ta'aruf sering diartikan 'perkenalan', kalau dihubungkan dengan
pernikahan maka ta'aruf adalah proses saling mengenal antara calon
laki-laki dan perempuan sebelum proses khitbah dan pernikahan. Karena
itu perbincangan dalam ta'aruf menjadi sesuatu yang penting sebelum
melangkah ke proses berikutnya. Pada tahapan ini setiap calon pasangan
dapat saling mengukur diri, cocok gak ya dengan dirinya. Lalu, apa aja
sih yang mesti diungkapkan kepada sang calon saat ta'aruf? 

1. Keadaan Keluarga. Jelasin ke calon pasangan tentang anggota keluarga
masing-masing, berapa jumlah sodara, anak keberapa, gimana tingkat
pendidikan, pekerjaan, dll. Bukan apa-apa, siapa tahu dapat calon suami
yang anak tunggal, bokap ama nyokap kaya 7 turunan, sholat dan ibadahnya bagus banget, guanteng abis, lagi kuliah di Jepang (ehm), pokoknya selangit deh! Kalo ketemu tipe begini, sebelum dia atau mediatornya selesai ngomong langsung kasih kode, panggil ortu ke dalam bentar, lalu bilang "Abi, boljug tuh 'kaya' ginian jangan dianggurin nih. Moga-moga gak lama lagi langsung dikhitbah ya Bi, kan bisa diajak ke Jepang!" Lho? :D 

2. Harapan dan Prinsip Hidup. Warna kehidupan kelak ditentukan dengan
visi misi suatu keluarga lho, terutama sang suami karena ia adalah
qowwan dalam suatu keluarga. Sebagai pemimpin ia laksana nahkoda sebuah
bahtera, mau jalannya lempeng atau sradak-sruduk, itu adalah
kemahirannya dalam memegang kemudi. Karena itu setiap calon pasangan
kudu tau harapan dan prinsip hidup masing-masing. Misalnya nih, "Jika
kau menjadi istriku nanti, harapanku semoga kita semakin dekat kepada
Allah" atau "Jika kau menjadi istriku nanti, mari bersama mewujudkan
keluarga sakinah, rahmah, mawaddah." Kalo harapan dan janjinya seperti
ini, kudu' diterima tuh, insya Allah janjinya disaksikan Allah SWT dan
para malaikat. Jadi kalo suatu saat dia gak nepatin janji, tinggal
didoakan, "Ya Allah... suamiku omdo nih, janjinya gak ditepatin, coba
deh sekali-kali dianya...," hush...! Gak boleh doakan suami yang gak
baik lho, siapa tahu ia-nya khilaf kan?

3. Kesukaan dan Yang Tidak Disukai. Dari awal sebaiknya dijelasin apa
yang disukai, atau apa yang kurang disukai, jadinya nanti pada saat
telah menjalani kehidupan rumah tangga bisa saling memahami, karena toh
udah dijelaskan dari awalnya. Dalam pelayaran bahtera rumah tangga butuh
saling pengertian, contoh sederhananya, istri yang suka masakan pedas
sekali-kali masaknya jangan terlalu pedas, karena suaminya kurang suka.
Suami yang emang hobinya berantakin rumah (karena lama jadi bujangan),
setelah menikah mungkin bisa belajar lebih rapi, dll. Semua ini menjadi
lebih mudah dilakukan karena telah dijelaskan saat ta'aruf. Namun harus
diingat, menikah itu bukan untuk merubah pasangan lho, namun juga lantas bukan bersikap seolah-olah belum menikah. Perubahan sikap dan
kepribadian dalam tingkat tertentu wajar aja-kan? Dan juga hendaknya
perubahan yang terjadi adalah natural, tidak saling memaksa.

4. Ketakwaan Calon Pasangan. Apa yang terpenting pada saat ta'aruf? Yang mestinya menduduki prioritas tertinggi adalah bagaimana nilai ketakwaan lelaki tersebut. Ketakwaan disini adalah ketaatan kepada Allah SWT lho, bukan nilai 'KETAKutan WAlimahAN' :D Karena apabila seorang lelaki senang, ia akan menghormati istrinya, dan jika ia tidak menyenanginya, ia tidak suka berbuat zalim kepadanya. Gimana dong caranya untuk melihat
lelaki itu bertakwa atau tidak? Tanyakan kepada orang-orang yang dekat
dengan dirinya, misalnya kerabat dekat, tetangga dekat, atau sahabatnya
tentang ketaatannya menjalankan ketentuan pokok yang menjadi rukun Iman
dan Islam dengan benar. Misalnya tentang sholat 5 waktu, puasa Ramadhan, atau pula gimana sikapnya kepada tetangga atau orang yang lebih tua, dan lain-lain. Apalagi bila lelaki itu juga rajin melakukan ibadah sunnah, wah... yang begini ini nih, 'calon suami kesayangan Allah dan mertua.'
Inget lho, ta'aruf hanyalah proses mengenal, belum ada ikatan untuk
kelak pasti akan menikah, kecuali kalau sudah masuk proses yang namanya khitbah. Nah kadang jadi 'penyakit' nih, karena alasan "Kan masih mau ta'aruf dulu..." lalu ta'rufnya buanyak buanget, sana-sini dita'arufin. Abis itu jadi bingung sendiri, "Yang mana ya yang mau diajak nikah, kok sana-sini ada kurangnya?"
Wah..., kalo nyari yang mulia seperti Khadijah, setaqwa Aisyah atau
setabah Fatimah Az-Zahra, pertanyaannya apakah diri ini pun sesempurna
Rasulullah SAW atau sesholeh Ali bin Abi Thalib r.a.?
Nah lho...!!!
Apabila hukum pernikahan seorang laki-laki telah masuk kategori wajib,
dan segalanya pun telah terencana dengan matang dan baik, maka ingatlah kata-kata bijak, 'jika berani menyelam ke dasar laut mengapa terus
bermain di kubangan, kalau siap berperang mengapa cuma bermimpi menjadi pahlawan?'
Ya akhi wa ukhti fillah, Semoga antum segera dipertemukan dengan
pasangan hidup, dikumpulkan dalam kebaikan, kebahagiaan, kemesraan,
canda tawa yang tak putus-putusnya mengisi rongga kehidupan rumah
tangga. Kalaupun nanti ada air mata yang menetes, semoga itu adalah air
mata kebahagiaan, tanda kesyukuran kepada Allah SWT karena Ia telah
memberikan pasangan hidup yang selalu bersama mengharap keridhoan-Nya, aamiin allahumma aamiin.
Barakallahulaka barakallahu'alaika wajama'a bainakuma fii khairin.
Wallahu a'lam bishowab.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar