sabar

Rabu, 19 Oktober 2011

20 – 29 Tahun, Usia yang Baik Untuk Menikah

Hudzaifah.org – “Selaksa Bunga di Pelataran Hati”, itulah yang menjadi tema dari acara yang berbentuk talk show ini. Acara yang khusus muslimah tersebut, diadakan oleh SKI Fakultas Kedokteran pada hari Sabtu (23/07/05), di gedung D lantai 8 Universitas Trisakti. Materi yang diangkat ialah pernikahan dini dilihat dari syariat islam dan kesehatan reproduksi.
Pembicara yang hadir, berkompeten di bidangnya masing-masing. Pembicara pertama adalah Ustadzah Heni Handayani yang akan menjelaskan pernikahan dini dari sudut pandang Islam. Pembicara yang kedua adalah dr. Mira Roziati Dachlan, dokter lulusan Universitas Trisakti yang akan menjelaskan pernikahan dini dari sudut pandang medis. Dan bintang tamunya, adalah istri dari Haekal Siregar, pengarang buku berjudul “Nikah Dini Kereeen..!”, yakni Selly Siti Solihat yang akan menceritakan serta membagi pengalamannya seperti apa nikah dini itu.
Acara yang dimulai efektif jam 08.30 WIB ini, sangat menarik, karena selain dapat menambah wawasan kita, juga terdapat games, puisi indah yang berjudul “Untuk Suamiku”, pembagian banyak hadiah untuk pemenang games, door prize untuk penanya terbaik dan lantunan nasyid dari GSN7 yang menggugah hati pun ikut menghidupkan suasana saat itu.
Sangat banyak pengetahuan yang dapat diambil dari seminar ini, dari mulai seperti apa hukum-hukum menikah, usia berapa baiknya seorang muslimah menikah, bagaimana menghadapi pernikahan di saat masih kuliah, apa dampak dari free seks, sampai masalah pribadi wanita.
Talk show ini diawali dengan pernyataan dari Selly Siti Solihat. Beliau menceritakan bahwa beliau dan suaminya memutuskan menikah karena cinta (pacaran). Dengan kata lain, orang tua Selly tidak setuju dengan adanya pacaran. Karena itulah orang tua Selly memberikan solusi untuk menikah. Selly sendiri mengaku bahwa dengan menikah ia memiliki tempat untuk berbagi bersama suami yang dicintainya dan merasakan adanya proses pembelajaran yang luar biasa dalam rumah tangganya. “Meskipun banyak rintangan yang menghalangi, kami tetap percaya pada apa yang dikatakan Allah dalam firmannya mengenai pernikahan,” tutur muslimah yang saat ini aktif mengajar.
Masih menurut pengakuannya, cekcok di dalam rumah tangga selalu ada, tetapi hal itu selalu diatasi oleh Selly dan Haekal dengan komunikasi dan pengertian, serta mencoba untuk mengungkapkan apa yang dirasakan oleh keduanya. Berdasarkan penjelasan Ustadzah Heni bahwa ketika di saat seseorang baik laki-laki maupun perempuan sudah dapat membedakan yang haq dengan yang batil, maka ia terikat dengan hukum syara’ (hukum asal perbuatan-perbuatan), Al ashlu fi af’al attaqayyudu bi al hukmi asy syara’. Hal ini merupakan satu dari berbagai hal yang mendasari seseorang untuk menikah.
Ketika seseorang tidak bisa lagi menjaga kesucian dan akhlaknya, maka ia wajib menikah. Ketika seseorang masih dapat menjaga kesuciannya maka hukumnya menjadi sunah, dan jika tujuan seseorang menikah adalah untuk menyakiti istri atau suaminya maka hukumnya adalah haram. Sedangkan nikah dini itu sendiri hukumnya sunah dalam usia remaja. Adapun syarat kesiapan seseorang ingin menikah adalah kesiapan ilmu, materi atau harta dan fisik atau kesehatan.
Di dalam sebuah pernikahan, yang menikah bukan hanya dua mempelai, namun antar dua keluarga besar. Maka ketika hubungan antara dua keluarga besar itu menyatu karena sebuah ikatan pernikahan maka keduanya harus selalu mem-back up sistem dan saling men-support. Untuk itulah ada berbagai konsekuensi dalam pernikahan dini, yakni memerlukan keteguhan jiwa, memiliki manajemen waktu yang canggih, tidak melalaikan kewajiban menuntut ilmu dan tidak melalaikan kewajiban memberi nafkah kepada istri.
Seringkali suatu pernikahan dini menjadi suatu momok yang negatif di masyarakat. Masih banyak masyarakat yang memiliki persepsi bahwa pernikahan dini sering terjadi karena ‘kecelakaan’, padahal pernikahan dini tidak selalu seperti itu, karena ternyata seks dalam pernikahan merupakan satu-satunya solusi untuk menghindari penyakit menular seksual. Hal itu diungkapkan oleh dr. Mira Roziati dan beliau pun mengakui bahwa usia yang baik untuk menikah adalah 20-29 tahun karena secara medis reproduksi dan jumlah ovumnya masih sangat baik. Yang pasti masih banyak lagi yang dibahas dalam talk show tersebut.
Ketua Pelaksana acara, Sri Novianty, mahasiswi Fakultas Kedokteran angkatan 2002, menyatakan bahwa meskipun tidak memenuhi target yang ingin dicapai, yakni 66 peserta, dari 200 peserta yang diharapkan, namun acara ini terbilang sukses karena materi yang bagus dan keseriusan peserta mengikuti acara ini dari awal sampai akhir. Dan masih menurut pernyataannya, persiapan acara ini adalah kurang lebih selama 4 bulan dan seharusnya acara ini diadakan di bulan Juni, namun karena suatu keadaan yang mendesak mengharuskan acara diundur menjadi bulan Juli. Sebelumnya setiap tahun, pernah diadakan seminar seperti ini, hanya saja judulnya yang berbeda. “Kami ingin peserta yang hadir dapat bertambah ilmu pengetahuan dan wawasannya mengenai pernikahan dini yang dilihat dari sudut pandang Islam dan dunia medis, serta harus ada keseimbangan di antaranya,” tuturnya saat menjelaskan tujuan dari acara ini.
Beberapa peserta yang kami wawancarai mengomentari bahwa acara ini sangat bagus karena tema yang diangkat sangat memberikan wawasan dan masukan-masukan, termasuk pembicaranya. Hanya saja, bintang tamunya kurang aktif berbicara. Sebagian dari mereka juga menyesalkan ketidakhadiran ikhwan (laki-laki) untuk mendapatkan wawasan seperti ini juga. Di saat itulah kami menanyakan tanggapan sang ketua pelaksana mengenai kritik tersebut. Beliau pun menanggapi bahwa jika hal itu dilakukan maka pembicaraan yang akan dibahas menjadi terbatas dan dapat tercipta suasana penuh kesungkanan karena ada banyak materi kewanitaan yang sepertinya sulit dibicarakan di depan para ikhwan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar